Ganti Judul dan ALt sendiri

Bang Nunu, Kisah Seorang Relawan Covid-19 (bagian 3)

Hallo, Happymoms! 

Masih mengingat momen Covid-19, Moms? Kita bersyukur sekali bisa melewati masa itu, ya. Meski mungkin di antara kita ada yang sempat sakit, kehilangan pekerjaan bahkan kehilangan orang-orang yang kita sayangi. 

Setiap peristiwa yang hadir dalam hidup selalu membawa hikmah dan pelajaran bagi kita. Entah membuat kita lebih sabar, bersyukur, bijak atau mendapatkan inspirasi dan hidayah. Dan semuanya itu membuat kita menjadi pribadi yang terus belajar. Menjadi sosok ibu rumah tangga yang lebih baik. 

Tidak harus dari pengalaman yang kita rasakan sendiri. Pengalaman hidup orang lain juga sangat bisa menjadi guru terbaik bagi kita. 

Sudah membaca kisah Bang Nunu di bagian satu dan dua, Moms? 

Yuk, simak kembali cerita Bang Nunu, kisah seorang relawan covid-19. Dan mari kita dapatkan hikmah di balik ceritanya. 

Bang Nunu, kisah seorang relawan covid 19

Prolog 

Sejak wabah Covid-19 melanda, Bang Nunu bersama beberapa temannya bergabung dengan tim relawan di sebuah rumah sakit. Tugas mereka adalah stand by, siap setiap saat untuk memakamkan para pasien isolasi dengan prosedur khusus. Mereka harus bekerja dengan sigap, cepat, teliti dan hati-hati demi keamanan semua orang. Keluarga korban, orang-orang di lingkungan korban dan juga keamanan diri mereka sendiri. 


***

Keberkahan yang Kembali (Seri 8)

Teringat saat awal lockdown diterapkan, kami ngobrol di rumah. 

"Wah, Abang jadi orang paling santai ini. Biasanya aja cuman ngajar 1-2 jam, sama akhir pekan. Eeh, ini sekolahnya libur semua," kataku bercanda. 

"Hahahaha, bener juga ya." Kami tergelak bersama. 

Nyatanya itu hanya sangkaanku saja. Karena mulai sehari setelahnya justru Bang Nunu lebih banyak di luar rumah. Dia bersama tim relawan melakukan penyemprotan di beberapa sekolah dan tempat ibadah. 

Berangkat pagi pulang selepas maghrib. Selepas isya' pergi lagi, koordinasi untuk program selanjutnya. Dan besoknya, pagi-pagi sudah berangkat lagi. 

"Wah, jadinya saat semua orang diminta di rumah aja, Abang malah pergi-pergi terus nih," celetukku suatu saat.

"Gak papa lah, Neng. Mumpung masih bisa membantu."

Itulah hal yang diyakini oleh Bang Nunu selagi bisa membantu, memberi kontribusi, sekecil apapun itu harus dicoba. Dan kami meyakini, sekecil apapun kebaikan yang kami lakukan, kebaikan itu sejatinya akan kembali pada kami.

Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Bukan mengharapkan balasan atas apa yang telah kami lakukan. Tapi demikianlah yang telah kami rasakan selama ini. 

Saat seluruh sekolah libur, Bang Nunu terpaksa berhenti mengajar kelas ekstra, logika manusia kami tentu tidak ada pemasukan sama sekali. Namun janji Allah itu pasti. Setiap kebaikan akan kembali kepada si pelaku kebaikan. 

Tak hanya rezeki berupa uang yang Allah ganti dari jalan yang lain. Namun juga keberkahan-keberkahan yang lain pun turut hadir. 

Alhamdulillah kami sekeluarga tetap sehat, tidak merasakan kekurangan sedikit pun, semuanya baik-baik saja. Kami mendapatkan banyak kiriman tanda cinta dari saudara dan sahabat. Dan yang lebih mengesankan lagi adalah mengalirnya banyak dukungan dan doa dari mereka. Itu yang lebih utama. Masya Allah wal hamdulillah.


*** 

"Neng, persediaan bahan makanan masih aman?" tanya Bang Nunu suatu hari.

"Alhamdulillah, lebih dari cukup Bang. Masya Allah ya, Bang. Saat kita pikir hidup kita akan menjadi lebih sulit karena pandemi ini, Allah justru berikan banyak kemudahan," kusyukuri semua keadaan dan rezeki yang ada. 

"Alhamdulillah, berkahnya menolong orang lain, Neng." 

Jawaban Bang Nunu semakin menguatkan kesyukuranku. Mengambarkan dengan sangat jelas betapa Allah itu Maha Adil, Maha Baik, Maha Kaya. 

Kami berharap keberkahan itu tidak hanya kembali kepada kami, tetapi juga sampai kepada anak-cucu kami. Keberkahan itu tidak hanya kami rasakan di dunia, namun juga akan kembali kepada kami kelak, di akhirat. 

“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).


***


Lebaran yang Tak Biasa (Seri 9)


Lebaran kali ini memang tak biasa. Tidak ada agend mudik dan keliling silaturahim keluarga besar. Shalat Idul Fitri pun kami lakukan di rumah. Selepas shalat, aku sengaja menggoda Bang Nunu. 

"Lebaran, tugas relawan dipending dong, libur gitu?" kataku sambil mendekati Bang Nunu yang sedang menatap layar gawainya. 

"Libur gimana? Ini aja tadi Tim 5 berangkat makamin lagi. Gak pada bisa shalat Id lah mereka," jawab Bang Nunu serius.

"Masya Allah, beneran, Bang?" Aku meyakinkan kembali jawaban Bang Nunu. 

"Iya, Neng. Lah Eneng kan tau sendiri kalau kami tetap harus stand by, kapan pun ada panggilan ya harus siap. Dan prosedurnya kan proses pemakaman hanya 4 jam, jadi gak bisa dipending lah."

"Iya ya, Bang. Demi keamanan dan keselamatan bersama, jenasah harus segera dimakamkan. Berkejaran dengan waktu ya."

"Nah, iya kan." 

"Huuft, dengan kondisi tidak bisa bersilaturahim bareng keluarga aja udah sedih, apalagi kalau pagi lebaran tanpa ayah dan suami di rumah. Ya, Allah… semoga keluarganya sabar ya, Bang." 

"Insya Allah, Neng. Setiap amanah itu disampaikan pada pundak yang mampu memikulnya. Setiap orang punya porsinya masing-masing. Jadi optimalkan saja peran kita. 

Kami para relawan bertanggung jawab memakamkan jenasah, para medis bertugas merawat para pasien, para pemimpin bertugas mengambil kebijakan terbaik bagi rakyatnya, dan masyarakat bertugas melindungi diri dan keluarganya dari paparan wabah dengan tetap di rumah. 

Jika masing-masing bisa melakukan amanah dan perannya masing-masing, Insya Allah, kita berharap semua segera berakhir." 

"Tapi kemarin udah banyak masyarakat yang berjubelan di mall dan pasar tuh, Bang. Yang mudik juga banyak," tukasku agak sebal teringat berita beberapa hari jelang lebaran kemarin.

"Yah, begitulah kenyataannya. Kami sih berharap tidak akan banyak bertugas. Bukan karena kami sudah malas, tapi karena kami harap mereka tidak menambah daftar panjang korban wabah yang berjatuhan." 

"Aamiin." 

Kita memang tidak bisa menunda datangnya kematian, juga sebab kematian kita yang sudah Allah gariskan. Namun kita bisa mengikhtiyarkan kebaikan dalam kehidupan kita termasuk kesehatan dan keselamatan kita. 

"Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan." – (Q.S Al-Anbiya: 35)

***



Harapan Kita Semua Sama (seri 10)


Pemberitaan tentang New Normal semakin santer di berbagai media, termasuk media sosial. Banyak komentar dan tanggapan yang diberikan para warganet. Dan yang paling menyita perhatian para emak, juga si Eneng, adalah wacana tentang akan dibukanya kembali sekolah-sekolah. 

"Bang, keknya Juni anak-anak udah mo masuk sekolah lagi. Gimana ini?" gusar aku bertanya kepada Bang Nunu. 

"Hheem, kondisi masih seperti ini tapi sudah mau dibuka ya? Tempat-tempat umum juga segera akan dibuka kembali?" Gurat kecewa tertangkap dari wajah Bang Nunu. 

"Nah, itu dia, Bang. Lha Tim Relawan aja masih tiap hari beraksi kan, kok udah mo New Normal. Apa gak bakalan bikin penularan lebih banyak? Apalagi kalau anak-anak kan masih sulit dipastikan bisa selalu mematuhi protokol kesehatan. Apalagi seharian di sekolah,"

"Jangan kan anak-anak, Neng. Orang dewasa aja banyak yang gak disiplin memenuhi protokol kesehatan kok." 

Benar sekali kata Bang Nunu. Jika orang dewasa mampu menahan diri dan disiplin, kejadian mall berjubel jelang lebaran kemarin gak akan terjadi. Yang menurut cerita teman, akhirnya melahirkan cluster penyebaran baru. Ya Allah….

Aku yakin, harapan kita semua sama. Ingin sesegera mungkin wabah ini berlalu, hilang. Atau minimal bisa dikendalikan atau diantisipasi. Lah tapi bagaimana bisa jika kita acuh tak acuh, tidak mau peduli dengan imbauan kesehatan dari para tenaga medis. 

Berbulan di rumah memang membosankan. Bekerja dengan banyak aturan kesehatan juga ribet. Tapi kita ingin yang terbaik bagi semua kan?

Jika kita saja ingin semua segera usai, kembali seperti sedia kala, bagaimana dengan para tenaga medis, para relawan dalam tim penanganan covid-19?

Mari wujudkan harapan kita bersama, wabah ini segera mereda, dan kita bisa kembali jalani hidup kita seperti sedia kala. 


***



‹ OlderNewest ✓

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir. Semoga artikel ini bermanfaat. Silakan dibaca juga postingan lainnya.
Dan Mohon tidak meninggalkan link hidup. Jika terdapat link hidup, mohon maaf komentar akan dihapus.