Pernah mendengar tentang penyakit kusta kan, Moms? Sepertinya saat ini sudah semakin jarang ada pemberitaan dan pembahasan tentang kusta, ya. Saya pribadi berpikir kasus kusta sudah tidak ada lagi. Tapi ternyata kasusnya masih lumayan banyak, lho di Indonesia. Dan menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga dunia.
Permasalahan terkait dengan kusta ini tidak hanya tentang pengobatan bagi penderita tapi juga stigma negatif dari masyarakat terhadap orang-orang yang pernah menderita kusta (OYPMK). Kurangnya informasi yang lengkap dan valid menjadikan stigma ini masih terus ada.
Pemerintah dan berbagai pihak, baik personal maupun lembaga, pegiat kusta terus berusaha untuk melakukan pengobatan, pencegahan kasus baru dan pendampingan bagi OYPMK. Kita bisa lho, Moms mengambil peran juga dalam mendukung Indonesia bebas kusta 2040.
Peringatan Hari Kusta Sedunia
Selasa, 30 Januari 2024 yang lalu saya berkesempatan kembali mengikuti live streaming talkshow Ruang Publik dari KBR (Kantor Berita Radio) yang bekerja sama dengan NLR Indonesia. Talkshow kali ini dalam rangka Hari Kusta Sedunia, yang diperingati pada hari Minggu terakhir di bulan Januari, bertepatan dengan tanggal 28 Januari 2024 lalu.Hadir sebagai pembicara adalah Ibu Hana Krismawati, M.Sc, seorang pegiat kusta dan Analis Kebijakan di Pusat Sistem dan Strategi Kesehatan - Minister Office dan Bapak Agus Wijayanto MMID, Direktur Eksekutif NLR Indonesia. Talkshow yang dipandu oleh host Rizal Wijaya ini berlangsung dari jam 09.00 - 10.00 wib.
Menjawab pertanyaan dari Bang Rizal, Bu Hana menjelaskan bahwa tema peringatan Hari Kusta Sedunia 2024 adalah “Beat Leprosy. Unity Act and Eliminate”. Tema ini menggambarkan semangat untuk mengeliminasi kusta dari Indonesia dan seruan kepada semua pihak serta komponen masyarakat untuk bersatu dalam upaya penanganan kusta di Indonesia.
Dilansir dari laman WHO, tema tahun ini merangkum dua tujuan yaitu menghapuskan stigma yang terkait dengan penyakit kusta dan meningkatkan martabat orang yang terkena penyakit tersebut.
Tema “Bebaskan Kusta” menjadi pengingat yang kuat akan perlunya mengatasi aspek sosial dan psikologis dari penyakit kusta, di samping upaya medis untuk menghilangkan penyakit tersebut. Hal ini juga merupakan sebuah seruan untuk dunia di mana penyakit kusta tidak lagi menjadi sumber stigma, melainkan sebuah kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap semua individu.
Selaras dengan upaya pemerintah untuk mengeliminasi kusta di Indonesia, program talkshow KBR ini juga merupakan salah satu upaya edukasi bagi masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian dan keterlibatan masyarakat. Termasuk program SUKA (suara untuk Indonesia bebas kusta) yang diinisiasi oleh NLR Indonesia.
NLR Indonesia
NLR Indonesia sebuah yayasan nirlaba dan non-pemerintah, berbadan hukum yayasan, yang memusatkan kerjanya pada penanggulangan kusta dan konsekuensinya di Indonesia. NLR sendiri merupakan singkatan dari (until) No Leprosy Remain, menggambarkan semangat untuk membebaskan Indonesia dari kusta. Sebagaimana slogan NLR Indonesia yaitu “Hingga kita bebas dari kusta”.Sebelumnya NLR adalah Nederland Leprosy Relief sebuah program yang telah berjalan sejak tahun 1975, kerja sama negara Belanda dengan Indonesia. Kemudian pada tahun 2018, NLR bertransformasi menjadi entitas nasional yaitu NLR Indonesia dengan maksud untuk membuat kerja-kerja organisasi menjadi lebih efektif dan efisien menuju Indonesia bebas dari kusta.
Pak Agus Wijayanto menyampaikan bahwa NLR Indonesia bekerja dengan menggunakan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi).
Dalam melaksanakan programnya NLR Indonesia bermitra dengan berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, yaitu dinas kesehatan pusat hingga daerah, dinas sosial dan juga berbagai institusi lain. Termasuk KBR (media) dan kampus-kampus di Indonesia untuk mengadakan gerakan edukasi dalam program SUKA.
Kusta di Indonesia
Kusta merupakan penyakit yang sudah sejak lama ada di Indonesia. Hingga saat ini kasusnya masih terus muncul setiap tahun. Hingga tahun 2023, Ibu Hana menyebutkan, ada sekitar 14.200 kasus baru yang ditemukan. Dan hingga akhir tahun, total ada 17.000 kasus kusta yang tercatat dan masih dalam penanganan.Dari jumlah kasus yang tercatat, daerah dengan prevalensi tertinggi adalah Papua Barat, tapi penyumbang angka kasus tertinggi adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di lapangan memang masih sering ditemukan adanya stigma negatif bahkan diskriminasi terhadap OYPMK sehingga membuat masyarakat enggan untuk mengakui dan memeriksakan diri saat ada gejala yang dirasakan. Padahal ini justru memperburuk keadaan, karena tidak segera tertangani dan juga membuka peluang penularan lebih besar kepada orang-orang di sekitarnya.
Saat ini penanganan terhadap pasien kusta sudah berada di layanan kesehatan terdekat dengan masyarakat, yaitu Puskesmas. Maka Ibu Hana mengimbau kepada masyarakat yang merasakan gejala kusta segera jujur kepada tenaga medis dan menjalani pengobatan. Sedangkan kepada keluarga penderita, harus memberikan support dan tidak melakukan diskriminasi, semisal mengucilkan dan menganggap kusta sebagai penyakit yang menakutkan.
Pak Agus Wijayanto menambahkan masih adanya kasus kusta di Indonesia karena masih adanya penularan dan belum maksimalnya upaya identifikasi (penemuan) kasus baru. Bisa jadi hal ini juga dipengaruhi oleh adanya stigma negatif terhadap kusta. Jika identifikasi bisa dilakukan secara masif, kasus baru segera bisa ditemukan, lalu keluarga (orang di sekitarnya yang melakukan kontak aktif) diberikan obat pencegahan, maka penularan kusta bisa dicegah. Dan selanjutnya kasus kusta bisa hilang di Indonesia.
Hilangkan Stigma Kusta
Masih tingginya stigma masyarakat terhadap kusta bisa jadi karena adanya pemahaman yang kurang komprehensif terhadap kusta itu sendiri. Memang benar kusta adalah penyakit yang bisa menular, tetapi penularannya tidak semudah itu.Ibu Hana menyampaikan berdasarkan penelitian yang telah ada, kusta baru bisa menular kepada seseorang yang melakukan kontak aktif dan intensif dengan penderita selama kurang lebih 8 bulan dan minimal berinteraksi selama 8 jam setiap hari. Jadi jika hanya sekedar bertemu, bertegur sapa, atau berinteraksi sesekali, kita tidak akan tertular penyakit kusta.
Dan kusta itu bisa disembuhkan ya, Moms.
Seperti yang disampaikan Ibu Hana, bahwa penanganan kusta saat ini sudah sangat baik. Sehingga pasien yang mengalami kusta bisa disembuhkan. Syaratnya harus ditangani sedini mungkin dan menjalani pengobatan intensif. Jadi jika menemukan gejala awal kusta, harus segera memeriksakan diri ke dokter atau Puskesmas. Penanganan yang tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya dampak yang semakin parah.
Pak Agus Wijayanto pun mengaminkan. Kusta bukan penyakit kutukan, kusta bisa disembuhkan. Adanya stigma negatif dari masyarakat justru membuat pengidap kusta enggan memeriksakan diri. Keluarga dan masyarakat jangan melakukan diskriminasi terhadap para pengidap kusta dan OYPMK.
Para OYPMK juga butuh dukungan untuk bisa melanjutkan hidup mereka secara normal. Mereka harusnya tetap bisa mendapatkan pekerjaan, membuka usaha, sekolah dan mendapatkan akses pelayanan umum lainnya. Mari hapus stigma negatif tentang kusta, ya.
Langkah untuk Indonesia Bebas Kusta 2040
“Untuk membuat Indonesia bebas kusta tidak bisa dilakukan sendirian, harus melibatkan semua pihak. Dinas kesehatan, pengambilan kebijakan ditinggal provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat juga harus berperan.” - Agus WijayantoPak Agus Wijayanto menyampaikan bahwa peran NLR Indonesia masih sangat terbatas, baru bisa berperan di 30% wilayah Indonesia yang mengalami endemik kusta. Maka NLR mengajak kita semua untuk berperan aktif menggaungkan informasi terkait dengan kusta.
Dari pihak pemerintah, Ibu Hana menyampaikan bahwa perhatian pemerintah sangat besar terhadap penangan kusta. Di antaranya,
1. Peningkatan layanan primer
Pemerintah menyediakan pelayanan maksimal di level terdekat masyarakat yaitu Puskesmas. Penanganan kusta saat ini sudah bisa dilakukan di Puskesmas sehingga mudah dijangkau oleh semua masyarakat.2. Digitalisasi sistem pelaporan kusta
Yang sebelumnya pendataan penderita kusta dilakukan secara manual, saat ini mulai dilakukan digitalisasi. Harapannya akan lebih memudahkan, lebih akurat dan bisa lebih cetter update.3. Kemandirian obat kusta
Mulai tahun ini Kementrian Kesehatan telah mengalokasikan dana khusus untuk ketersediaan obat kusta agar tidak terjadi kekosongan stock. Karena selama ini hanya mengandalkan dropping obat dari WHO.4. Peningkatan efektivitas penemuan kasus baru dan pencegahan penularan
Mari Kita Mengambil Peran
Happymoms, mungkin di antara kita masih ada yang mempunyai anggapan salah tentang kusta. Atau masih menyimpan stigma negatif terhadap OYPMK. Yuk, kita update terus pengetahuan kita tentang kusta dan mari kita juga turut mengambil peran nyata di lapangan.Bagaimana caranya?
Dengan menyebarluaskan informasi yang benar dan valid tentang kusta serta meluruskan setiap stigma negatif kusta di tengah lingkungan kita. Kepada para pasien kusta, jangan dikucilkan. Mari kita dorong untuk terus menjalani pengobatan karena kusta bisa disembuhkan.
Juga untuk para OYPMK, mari kita bantu mereka mendapatkan akses yang sama dengan orang lain. Perlakukan dengan perlakuan yang sama, dukung usaha atau pekerjaan mereka dan bantu mereka menyuarakan apa yang mereka rasakan dan hadapi.
Harapannya kita bisa membantu membangun kesadaran masyarakat luas untuk bersama-sama peduli dan mengambil peran dalam upaya Indonesia bebas kusta 2040.
Bismillah… kita bisa!
Juga untuk para OYPMK, mari kita bantu mereka mendapatkan akses yang sama dengan orang lain. Perlakukan dengan perlakuan yang sama, dukung usaha atau pekerjaan mereka dan bantu mereka menyuarakan apa yang mereka rasakan dan hadapi.
Harapannya kita bisa membantu membangun kesadaran masyarakat luas untuk bersama-sama peduli dan mengambil peran dalam upaya Indonesia bebas kusta 2040.
Bismillah… kita bisa!
Dulu kalau dengar penyakit kusta, berasa kayak sudah takut aja ya mbak. Pas saya kecil penyakit ini tu jadi momok banget. Alhamdulillah dengan perkembangan zaman, sudah ada langkah yang tepat untuk pengobatannya. Semoga kita dan masyarakat juga semakin sadar dan paham untuk memberikan support bagi penderita.
ReplyDeleteBetul mbak, kalau lihat foto-fotonya saja bikin miris hati. Dan memang akibatnya bisa sangat serius, menyebabkan disabilitas (cacat permanen). Makanya harus segera ditangani dengan cepat, sedini mungkin dan menjalani perawatan hingga tuntas.
DeleteBaca judulnya tentang kusta langsung keingat iklan layanan masyarakat di TVRI jaman kecil dulu. Kepikir jiga emang masih ada kusta jaman now? Siapa aja yang biasa kena kusta dan penyebabnya apa ni mbak? Jangan-jangan ada juga di sekitar kita
ReplyDeleteNah, iya kan Mbak. Aku juga agak kaget ternyata masih banyak lho kasusnya. Dan Jatim Jateng jd penyumbang kasus terbanyak 🙈 Ya tugas kita kalau nemu kasus di sekitar harus support agar segera melakukan pengobatan dan bantu hilangkan Stigma negatif di masyarakat mbak.
DeletePermasalahan mengenai kusta ini tidak hanya tentang pengobatan bagi penderita tapi juga stigma negatif dari masyarakat terhadap orang-orang yang pernah menderita kusta (OYPMK). Semoga semakin banyak informasi yang lengkap dan valid supaya stigma tersebut hilang ya
ReplyDeleteBetul sekali, Mbak. Kebanyakan pemahaman kita tentang kusta masih sama seperti dulu, belum ter- up date. Saat ini penanganan dan pengobatan kusta sudah jauh lebih baik jadi dampak buruk dan penularan kusta bisa dicegah.
DeleteTernyata penyakit kusta masih ada ya, tapi saya sendiri kurang terdengar dan kurang teredukasi tentang kusta. Perlu sih adanya semacam ruang publik tentang kusta agar tidak ada stigma negatif pada penderitanya dan Indonesia bisa bebas kusta
ReplyDeleteIni tu penyebabnya kenapa ya mb? Beberapa tahun silam saat masih SD memang masih santer terdengar isu/berita terkait penyakit kusta. Saya kira sekarang udah nggak ada. Ternyata prevalensinya di Indonesia masih tinggi juga ya. Sebenarnya sosialisasi seperti ini penting banget, tp banyak yang nggak tau. Makasih mb udah share infonya.
ReplyDelete